Peran Media Massa Terhadap Swamedikasi Dismenore


Tak Hanya Laki-laki, perempuan di zaman modern ini memiliki aktivitas yang tak kalah padat dan berat. Berbagai aktivitas yang dinamis menuntut perempuan untuk selalu prima.  Namun, seperti hal nya wanita setiap bulan mempunyai agenda rutin dalam siklus menstruasi.  Sebelum memasuki siklus menstruasi, terdapat suatu pertanda berupa nyeri perut yang disebut dismenore. Dismenore dialami banyak wanita sebelum atau pada saat terjadi siklus menstruasi, meskipun tak jarang pula pada beberapa wanita nyeri perut ini tidak terjadi namun mayoritas wanita mengalaminya. Hal ini wajar dan tidak berbahaya namun dalam aktivitas sehari-hari dismenore ini dapat sangat mengganggu. Dalam sebuah penelitian terhadap siswi SMK menunjukkan bahwa dismenore dapat mengganggu aktivitas belajar, aktivitas lainya serta mengganggu hubungan sosial dengan keluarga, teman dan beberapa siswi SMK tersebut bahkan pernah sampai tidak masuk sekolah karena dismenore (Fatmawati dkk., 2016). Tak hanya itu sekitar 60-70% wanita di Indonesia, 15 % diantaranya mengeluh bahwa aktivitas mereka menjadi terbatas akibat dismenore. (Glasier, 2005). Dari data- data tersebut dismenore tak hanya dapat mengganggu aktivitas dan hubungan sosial terhadap lingkungannya juga dapat menurunkan produktifitas mereka. Oleh karena itu, swamedikasi menjadi penting dalam usaha mengurangi rasa tidak nyaman dan sakit saat terjadi dismenore.
 Hanya sekitar 1-2% wanita di Indonesia yang datang untuk berobat akibat ketidaknyamanan terhadap dismenore. Sedangkan menurut BPS pada tahun 2016 bahwa hasil survey sosial ekonomi nasional (Susenas) di tahun 2014 menunjukkan bahwa presentase penduduk yang melakukan swamedikasi atau pengobatan diri sendiri akibat keluhan kesehatan yang dialami sebesar 61,05 % terhadap penyakit-penyakit ringan. Dari data tersebut dapat menunjukkan tindakan masyarakat Indonesia dalam menghadapi dismenore kemungkinan besar mereka melakukan swamedikasi. Swamedikasi menjadi banyak dilakukan masyarakat Indonesia dalam menghadapi dismenore dikarenakan dismenore merupakan sakit yang tergolong ringan dan wajar bagi setiap wanita. Pengaruh lingkungan dan kecepatan dalam mendapatkan informasi dapat membentuk pola tindakan swamedikasi di masyarakat. (Universitas Sanata Dharma. Fakultas Farmasi dan Setyobudi, 2018)
Media massa selama ini cukup banyak memberikan informasi terhadap produk yang dapat mengurangi rasa sakit akibat dismenore. Melalui berbagai iklan produk, artikel kesehatan dan lain lain. Klaim yang di tampilkan pada media massa dapat mempengaruhi kecenderungan masyarakat dalam swamedikasi. Misalnya saja Feminax yang merupakan obat bebas yang dapat dengan mudah di dapatkan. Dalam sebuah penelitian terhadap 21 orang, 95,23% menunjukkan jenis merk/ obat yang banyak digunakan yaitu feminax dan sumber informasi yang paling berperan dalam melakukan swamedikasi adalah media massa (HIDAYAH, 2006). Kemanjuran suatu obat juga dapat di sebarkan lewat mulut ke mulut sebagai output dari adanya iklan produk yang ada di media massa yang menyebabkan kecenderungan masyarakat melakukan swamedikasi dalam menghadapi dismenore. Swamedikasi merupakan hal yang tepat dilakukan dalam menghadapi dismenore karena dibutuhkan tindakan yang cepat agar tidak mengganggu aktivitas  namun swamedikasi menjadi tidak tepat ketika terjadi kesalahan mengenali gejala yang muncul, memilih obat, dosis dan keterlambatan dalam mencari nasihat/saran tenaga kesehatan jika keluhan berlanjut. Selain itu, resiko potensial yang dapat muncul dari swamedikasi antara lain adalah efek samping yang jarang muncul namun parah, interaksi obat yang berbahaya, dosis tidak tepat dan pilihan terapi yang salah (BPOM, 2014)
Media massa memang menjadi tempat yang berperan penting mempengaruhi pilihan produk untuk mengarahkan masyarakat pada swamedikasi namun berdasarkan contoh beberapa iklan, menunjukkan bahwa media massa selama ini belum secara lengkap menjelaskan berbagai macam informasi seperti efek samping, interaksi dengan obat lain serta dosis pemakaiannya. oleh karena itu masyarakat yang melakukan swamedikasi harus juga sadar, peduli serta teredukasi dalam melakukan swamedikasi. Masyarakat dalam melakukan swamedikasi sebaikya membeli obat-obatan yang bebas ataupun bebas terbatas di apotik agar kita sebagai konsumen yang melakukan swamedikasi dapat kritis dan bertanya kepada apoteker yang ada terkait efek samping, cara pemakaian, dosis dll agar tidak terjadi kesalahan dalam swamedikasi. Segera hentikan swamedikasi dan konsultasikan ke dokter apabila timbul gejala lain seperti pusing, sakit kepala, mual dan muntah kemudian terjadi reaksi alergi seperti gatal-gatal dan kemerahan pada kulit sera salah minum obat atau minum obat dengan dosis yang salah. Peran media massa dalam memberikan informasi terkait bagaimana swamedikasi yang baik dan benar juga menjadi point penting yang harus dilakukan, khususnya oleh kementerian kesehatan guna memberikan edukasi bagi masyarakat sehingga tercipta pola swamedikasi yang aman.
 










Daftar Pustaka:
Info POM. 2014. Menuju Swamedikasi Yang Aman. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Fatmawati, M., E. Riyanti, dan B. Widjanarko. 2016. Perilaku remaja puteri dalam mengatasi dismenore (studi kasus pada siswi smk negeri 11 semarang ). Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal). 4(3):1036–1042.
HIDAYAH, H. N. 2006. Swamedikasi dismenore pada santri putri pondok pesantren tahfidz wa ta’limil qur’an masjid agung surakarta

Universitas Sanata Dharma. Fakultas Farmasi, B. D. dan Y. E. Setyobudi. 2018. Jurnal Farmasi Sains Dan Komunitas. 2. Jurnal Farmasi Sains Dan Komunitas (Journal of Pharmaceutical Sciences and Community). 

Komentar

Postingan Populer